Senin, 02 Februari 2015

0 Kisah Inspiratif


Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian Ya...!!!

Bocah Penjual Pisang Coklat

                Pada malam itu tepatnya 3 jam sebelum hari ulang tahunku yang ke 18, aku dan temanku pergi makan di sebuah lesehan didekat Jalan Malioboro. Kawasan ini memang banyak pengamennya. Para pengamen silih berganti datang menghampiri kami yang sedang menikmati hidangan. Tapi ada satu yang mencuri perhatianku, sebenarnya dia bukanlah seorang pengamen melainkan bocah cilik penjual pisang coklat. Dari kejauhan tampak dia sedang mencoba menawarkan dagangannya kepada semua pelanggan yang berada didekatnya. Semakin lama maka semakin dekatlah ia pada rombongan kami. Dengan muka polos dan lugu ditambah sedikit malu-malu dia menghampiri kami yang sedang asik bergulat dengan makanan yang kami pesan. Tutur kata yang lemah lembut pun terucap dari mulutnya “Permisi mas mau beli pisangnya”. Kami pun tidak menghiraukannya ia pun pergi dari hadapan kami sambil menenteng rantang dan kantong plastik hitam yang berukuran lumayan besar dengan raut wajah yang sedikit kecewa. Ia mengenakan baju seragam Pramuka yang sudah lusuh mungkin karena dia tak sempat mengganti baju sepulang sekolah. Dalam hati kecilku sebenarnya ingin sekali aku membelinya walaupun aku sudah merasa kenyang, ya mungkin karena iba. Tapi sedikit pun tak tergerak tubuh ini untuk membelinya. Jangankan bergerak mengucapkan sepatah kata pun tak bisa, tubuh ini serasa kaku. Rasa iba ini terlalu besar dan karena malu terhadap bocah itu sehingga menghambat pergerakan tubuh ini. Ya malu karena bocah yang masih sangat belia itu rela membuang waktu bermainnya demi membantu kedua orang tuanya. Sementara aku hanya bisa meminta kepada orang tua tanpa pernah berpikir betapa susahnya menari uang. Setelah kejadian itu mataku selalu tertuju kepadanya. Aku memperhatikan setiap gerak-geriknya, ia selalu menarik nafas dalam-dalam sebelum menawarkan dagangannya kepada orang-orang. Satu persatu pelanggan lesehan itu ia datangi tapi tak satu pun dari mereka yang tertarik untuk membelinya termasuk kami. Rasa ibaku pun semakin bertambah besar. Akhirnya aku berusaha menggerakan hati dan tubuhku untuk menghampirinya tetapi usaha itu sia-sia karena ia sudah terlampau jauh dari hadapanku hampir mendekati persimpangan.

                Aku terus memperhatikannya, ditengah persimpangan itu ia berhenti seakan bingung harus kemana lagi ia menjajakan dagangannya itu karena hari sudah terlalu larut baginya. Akhirnya Ia memilih untuk berbelok kearah kanan dan menghilang begitu saja ditengah keramaian lalu lintas Jogja. Aku merasa sangat menyesal karena tidak membeli pisang coklatnya. Akupun pulang dengan hati yang sangat menyesal. Sesampainya di rumah kejadian itu masih terus mengiang didalam pikiranku. Anak itu terlalu dini untuk merasakan betapa kerasnya hidup ini. Coba bayangkan kalau kita berada diposisinya berapa juta keluahan yang akan kita hujat atas cobaan itu. Anak itu menjadi inspirasi terbesar bagi revolusi hidupku. Jikalau aku menjadi dirinya pasti sepeser uang ini takkan pernahku sia-siakan untuk hal yang tidak perlu. Renungkanlah betapa susah orang tua kita mencari uang sementara kita hanya tahu menghamburkannya dalam sekejap. Tejerumus dalam dunia malam yang fana semakin dalam dibekukan oleh hawa nafsu setan.
Selamat Datang Di Blog Revin Nuzul Aryasta